Nikodemus Anggota DPRD Sintang Minta HPI Menyampaikan Luas Areal Kebun

Sintang, Kalbar – Nikodemus Anggota Komisi D DPRD kabupaten Sintang, meminta perusahaan perkebunan kelapa sawit Hartono Plantation Indonesia (HPI Grup) agar  menyampaikan luas kebun, baik itu inti maupun plasma ke DPRD Sintang, hal tersebut disampaikannya saat diwawancarai di gedung DPRD Sintang usai rapat, pada Senin (23/5/22).

Nekodimus menyampaikan permintaan tersebut saat rapat kerja Komisi D DPRD Sintang yang membahas polemik selisih luas lahan plasma Koperasi Bina Tani Sejahtera (BTS) dan Koperasi Bina Tani Mandiri (BTM) yang bermitra dengan PT Buana Hijau Abadi (PT BHA 2) dari Hartono Plantation Indonesia (HPI Grup) di Kecamatan Ketungau Hilir dan Kecamatan Ketungau Tengah.

” Saya sampai hari ini tidak tahu berapa luas kebun HPI. Dan dalam rapat-rapat terdahulu kita minta HPI menyampaikan protokol inti dan plasma pada kita, tapi sampai hari ini luas kebun inti dan plasma belum disampaikan ke meja DPRD,” ungkap Nekodimus.

” Saya tidak tahu apa masalahnya. Apa ada yang disembunyikan di sini? Atau apa masalahnya? Karena kalau perusahaan lain begitu kita minta data, mereka langsung disampaikan,” keluh dewan yang akrap disapa Niko ini.

Terlebih lagi, kata Niko, kalau ingin menyelesaikan permasalahan luasan kebun inti dan kebun plasma, kita harus tahu dulu berapa luas tanah.

Sehingga bisa melihat materiil dari pola pembagian yang ada. Berapa bagian inti itu. Dan berapa bagian kebun plasma. Baru kita bisa menuntaskan nilai kredit yang ada.

” Kalau yang ada sekarang ini mengambang semua menurut saya. Contoh data 1.543 ke 1.166,” ungkapnya.

Mestinya, lanjut Niko, kalau ingin mengurai benang kusut soal lahan inti dan lahan plasma, kita juga harus tahu berapa Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT). Kemudian, dari GRTT luas yang ada, yang ditanam untuk kebun inti berapa, untuk kebun plasma berapa.

” Karena ada plotting untuk kebun inti dan kebun plasma. Apakah pembagian inti dan plasma yang tertanam sudah mengacu pada pembagian pola kemitraan pola 7:3 atau 8:2. Sehingga bisa kita lihat secara riil di lapangan. Barulah kita bisa menyelesaikan secara total proses pembagian luasan plasma masyarakat. supaya kita tidak mengambang,” kata Niko. // red.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *